Kamis, 19 November 2009

PROFIL SUNSON TEXTILE MANUFACTURE Tbk

PT. Sunson Textile Manufacture berdiri pada tanggal 11 November 2000. Direktur PT. Sunson Textile Manufacture adalah Fransiscus Hadyanto. Perusahaan ini bergerak dalam bidang textile dan garmen.
Jika dilihat dari laporan keuangan perusahaan ini pada tahun 2004 – 2008, perusahaan ini memiliki aspek likuiditas yang cukup stabil. Dikatakan cukup stabil karena hasil perhitungan current ratio dan quick rationya meskipun mengalami sedikit penurunan, namun pada tahun 2007 sampai tahun 2008 kembali mengalami peningkatan.
Kemudian jika dilihat berdasarkan aspek profitabilitasnya, perusahaan sempat mengalami kerugian yang besar, namun di tahun berikutnya ada penurunan hingga tercapai laba, oleh karena itu dapat dikatakan pada tahun 2004 – 2008 perusahaan ini memiliki progress yang cukup baik.
Selain itu, jika ditinjau dari aspek leverage-nya, perusahaan ini termasuk memiliki hutang yang besar selama tahun 2004 hingga 2006. Meskipun pada tahun 2007 perusahaan ini mengalami penurunan hutang, namun tetap saja penurunan itu hanya dalam jumlah yang kecil. Perusahaan ini membuat laporan keuangan pada tahun 2008 tidak pada akhir tahun, melainkan berakhir pada tanggal 31 Maret 2008. Oleh sebab itu, hutang pada tahun 2008 belum dapat dianalisis apakah mengalami penurunan atau tidak.
Lalu apabila ditinjau dari efek efesiensi dan analisis dupont, perusahaan ini pada tahun 2004 sampai tahun 2005 mengalami kerugian yang semakin besar, namun pada tahun 2006, 2007, dan pada tanggal 31 Maret 2008 perusahaan sudah mulai memperbaiki manajemennya, sehingga perusahaan dapat menurunkan tingkat kerugiannya sampai akhirnya tercapai posisi laba.

GRAFIK HUBUNGAN ANTARA NILAI DEBT TO EQUITY RATIO DENGAN HARGA SAHAM PENUTUPAN TAHUN 2004-2008

HUBUNGAN STRUKTUR MODAL DENGAN NILAI PERUSAHAAN

Analisis Hubungan nilai debt to equity ratio dengan harga saham penutupan tahun 2004-2008 berdasarkan grafik.
Debt to equity ratio (DER) dari tahun 2004-2005 mengalami penurunan yang sangat signifikan,yaitu sebesar 130,14%. Hal ini menunjukkan bahwa hutang perusahaan semakin kecil dan biaya modal juga semakin kecil, maka risiko yang akan ditanggung oleh perusahaan semakin kecil. Selain itu, harga saham penutupannya mengalami kenaikkan dari Rp 150,-/lembar menjadi Rp 345,-/lembar pada range tahun tersebut. Ini menunjukkan bahwa saat perusahaan memperkecil pemenuhan modal kerja dengan hutang, maka harga saham juga akan meningkat. Namun, pada tahun 2005-2006 mengalami kenaikan sebesar 242,22%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya penggunaan hutang yang bertambah besar, maka modal sendiri juga akan bertambah, akan tetapi risiko yang ditanggung juga akan bertambah. Peristiwa ini juga menyebabkan harga saham penutupan perusahaan mengalami penurunan menjadi Rp 200,-/lembar. Kemudian pada tahun 2006-2007 perusahaan kembali mengalami kenaikan hutang sebesar 3,95%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya penggunaan hutang yang bertambah besar maka modal sendiri juga akan bertambah, dan risiko yang ditanggung juga bertambah besar. Akan tetapi, harga saham penutupan perusahaan masih mengalami peningkatan menjadi Rp 400,-/lembar. Hal seperti ini dapat disebabkan oleh peningatan hutang yang tidak besar range nya. Selanjutnya, pada tahun 2007-2008 mengalami penurunan drastis sebesar 148,71%. Hal ini menunjukkan bahwa hutang perusahaan semakin kecil dan biaya modal juga semakin kecil, maka risiko yang akan ditanggung oleh perusahaan pada tahun 2008 juga akan semakin kecil. Pada tahun 2008 perusahaan mengalami penurunan harga saham penutupan menjadi Rp 250,-/lembar, meskipun perusahaan sudah mengurangi hutangnya dalam jumlah yang besar. Namun, sebagai catatan bahwa perusahaan ini membuat laporan keuangan terakhir pada tahun 2008 adalah pada tanggal 31 Maret, sehingga dapat dimungkinkan perhitungan debt to equity ratio nya bertambah.
Apabila hasil tersebut dikaitkan dengan teori struktur modal yang ada, perusahaan dapat dikatakan menerapkan Trade-Off Theory. Trade Off Theory menyatakan bahwa penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya sampai titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan hutang justru akan menurunkan nilai perusahaan karena kenaikkan keuntungan dari penggunaan hutang tidak sebanding dengan kenaikkan biaya financial distress dan agency problem. Titik balik tersebut disebut struktur modal yang optimal, menunjukkan jumlah hutang perusahaan yang optimal. Peristiwa ini dapat dilihat dari grafik tahun 2006-2007, di mana pada saat perusahaan kembali meningkatkan hutangnya sebesar 3,95%. Pada saat itu perusahaan tetap mengalami peningkatan harga saham penutupan dua kali lipat dari Rp 200,-/lembar menjadi Rp 400,-/lembar. Hal ini berarti nilai perusahaan masih mengalami peningkatan, meskipun hutang perusahaan naik. Ini menunjukkan bahwa peningkatan hutang masih terdapat pada titik yang tertentu di mana kenaikkan keuntungan dari penggunaan hutang sebanding dengan kenaikkan biaya financial distress dan agency problem.

MANAJEMEN MODAL KERJA PERUSAHAAN

Modal kerja bersih (Net Working Capital / NWC) yaitu selisih antara asset lancar dan kewajiban lancar yang mana asset tersebut diharapkan bisa dikonversi menjadi kas dalam waktu satu tahun atau kurang. Pada tahun 2004 hingga tahun 2007 perusahaan memiliki current asset yang lebih kecil dibandingkan current liability nya, maka perusahaan dapat dikatakan sebagian modal kerjanya berasal dari current liabilities. Sedangkan pada tahun 2008 perusahaan mulai lebih memperbesar current asset nya dibandingkan current liabilities nya. Modal kerja yang sebagian besar diperoleh dari current liability ini sangat berisiko. Pada tahun 2004, modal kerja perusahaan sebesar (Rp 61.202.200.814,-). Pada tahun ini risiko menggunakan current liability yang lebih besar dari current asset tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan tahun 2005 dan 2006 di mana modal kerjanya masing-masing sebesar (Rp 144.869.982.549,-) dan (Rp 172.737.138.414,-). Kemudian pada tahun 2007 dan 2008, perusahaan mulai memperbesar current asset nya sehingga modal kerjanya masing-masing sebesar (Rp 38.775.360.324,-) dan Rp 127.402.630.292,-. Kondisi ini lebih baik dan sangat mengurangi risiko daripada perusahaan memenuhi modal kerjanya dengan current liability yang sangat besar dibandingkan current asset nya. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan mampu menutupi hutang lancar perusahaan. Aktiva lancar yang mampu menutupi hutang lancar perusahaan mengakibatkan risiko ketidakmampuan perusahaan membayar tagihan tepat waktu (rasio likuiditas) menjadi lebih rendah.
CCC (Cash Convertion Cycle) dari suatu perusahaan merupakan jangka waktu yang diperlukan sejak perusahaan mengeluarkan uang kas untuk membeli bahan-bahan mentah sampai dengan pengumpulan hasil penjualan barang jadi yang dibuat dengan bahan mentah tersebut. CCC dapat dihitung dari periode penerimaan piutang ditambah dengan periode konversi persediaan dan dikurangi dengan periode penanggguhan hutang. Semakin singkat siklus konversi kas maka hal ini akan memperlancar kegiatan operasi perusahaan. Oleh karena itu, CCC terbaik pada perusahaan ini adalah pada tahun 2007, yaitu selama 43 hari. Kemudian CCC terburuk adalah pada tahun 2008 dengan CCC sebesar 942 hari. Akan tetapi, CCC pada tahun 2008 sangat buruk dapat disebabkan karena perusahaan membuat laporan keuangan pada tahun 2008 berakhir pada tanggal 31 Maret. Tujuan perusahaan adalah mempersingkat siklus konversi kas secepat mungkin tanpa mengganggu operasi. Semakin tinggi CCC maka akan semakin tinggi biaya pendanaan eksternal.

KESIMPULAN

KESIMPULAN
Jadi, hubungan antara harga saham dengan struktur modal perusahaan dari tahun 2004-2008 adalah jika perusahaan membiayai atau mendanai asset nya dengan hutang yang membuat kenaikkan keuntungan dari penggunaan hutang tidak sebanding dengan kenaikkan biaya financial distress dan agency problem, maka akhirnya harga saham perusahaan akan turun seperti yang terjadi pada tahun 2005-2006 dan 2007-2008. Kemudian dapat disimpulkan juga bahwa grafik hubungan antara debt to equity ratio dengan closing price adalah berbanding terbalik di mana jika debt to equity ratio meningkat sampai melampaui batas tertentu, maka closing price nya akan menurun, sedangkan jika debt to equity ratio nya menurun atau naik tetapi masih pada titik tertentu, maka closing price nya akan meningkat atau tetap.
Lalu modal kerja perusahaan ini dapat disimpulkan bahwa perusahaan ini lebih dominan memenuhi modal kerjanya dengan menggunakan current liability, sehingga sering kali perusahaan ini mempunyai risiko yang tinggi. Akan tetapi, pada tahun 2007 dan 2008 perusahaan ini sudah mulai mengurangi current liability nya, sehingga risiko yang dimiliki pun menjadi lebih rendah.

RUMUS

Modal Kerja
Rumus = Current Asset – Current Liability

CCC (Cash Conversion Cycle)
Rumus = Days of Sales Outstanding + Days of Sales Inventory – Days of Payable Outstanding

REFERENSI

REFERENSI
Atmaja, Lukas Setia. 2003. Manajemen Keuangan. C.V ANDI OFFSET : Yogyakarta
Keown, Arthur J. 2005. Financial Management. Pearson Education, Inc : New Jersey